BLOGGER TEMPLATES AND Twitter Backgrounds »

Rabu, 16 Juni 2010

10. Peredaran Gelap Narkoba


Peredaran Gelap Narkotika / narkoba

1. Umum

Narkoba (narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya atau dengan kata lain NAPZA) merupakan masalah global yang dapat merusak dan mengancam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Maraknya distribusi dan konsumsi narkoba menjadikan Indonesia semakin terpuruk. Apalagi peningkatan kasus narkoba ini berimbas pada menyebarnya HIV/AIDS. Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif atau biasa disebut narkoba seolah-olah tidak bisa lepas dari HIV/AIDS. Itu salah satu akibat dari penyalahgunaan narkoba, belum akibat yang lainnya, seperti ketagihan, keracunan, dan ketergantungan (baik mental maupun fisik), yang pada akhirnya menyebabkan kematian.

Perkembangan perederan gelap narkoba pada saat ini sudah sampai pada tingkat yang sangat memprihatinkan. Berdasarkan data yang ada pada Badan Narkotika Nasional (BNN), tercatat bahwa masalah penyalahgunaan narkoba di tanah air telah merambah sebagian besar kelompok usia produktif yakni yang masih berstatus pelajar atau mahasiswa. Narkoba bukan saja problem bagi anak-anak dari keluarga broken home, namun kini sudah merambah pada semua elemen masyarakat, bahkan digunakan pula oleh anak-anak yang berasal dari keluarga harmonis dan mampu. Penyebabnya bukan lagi sebagai akibat pelarian dari masalah, melainkan justru cenderung sebagai media rekreasi atau hiburan yang dianggap sebagai lambang kemajuan dalam pergaulan. Realitas tersebut patut menjadi perhatian kita semua.

Permasalahan penyalahgunaan dan perederan gelap narkoba adalah berlakunya hukum pasar yang ironisnya barang yang diperjualbelikan adalah barang haram yang bersifat merusak hidup pembeli/penggunanyal. Hal ini terkait dengan permintaan (demand) di mana semakin besar demand, maka akan meningkatkan pasokan narkoba baik berupa produksi maupun perdagangan atau peredaran gelap narkoba. Dalam RPJM disebutkan bahwa peredaran dan penyalahgunaan narkoba merupakan ancaman serius bagi kelangsungan hidup bangsa. Sebagian besar yaitu sekitar 90 persen dari 2 (dua) juta pecandu narkoba adalah generasi muda. Dampak dari masalah peredaran dan penyalahgunaan narkoba mencakup dimensi kesehatan baik jasmani dan mental, dimensi ekonomi dengan meningkatnya biaya kesehatan, dimensi sosial dengan meningkatnya gangguan keamanan dan ketertiban, serta dimensi kultural dengan rusaknya tatanan perikaku dan norma masyarakat secara keseluruhan.

Upaya pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba telah banyak dilakukan, baik oleh pemerintah dan instansi terkait maupun potensi masyarakat atau LSM atau organisasi kemasyarakatan yang bergerak dan peduli terhadap ancaman bahaya narkoba. Harus diingat bahwa sekarang ini Indonesia tidak lagi sebagai daerah transit, melainkan telah menjadi konsumen, negara produsen, dan pengekspor narkoba. Untuk menghalau masalah tersebut, pencegahan secara komprehensif dan integral perlu dilakukan dengan melakukan koordinasi antarinstansi pemerintah dan pengerahan tokoh masyarakat yang dilaksanakan secara terpadu dan bersinergi.

2. Pencegahan dan Pemberantasan Narkoba
Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan narkoba, telah diatur dalam beberapa undang-undang dan peraturan perundang-undangan, yakni:

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika;
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika;
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol yang Mengubahnya;
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1996 tentang Pengesahan Konvensi on Psychotropic Substances 1971;
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan Konvensi United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988;
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 688/Menkes/Per/VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika.
Penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah muncul sejak tahun 1968 dan meluasnya jalur peredaran narkoba di dunia juga tidak terlepas dari dampak globalisasi yang memicu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang transportasi dan komunikasi yang menjadikan dunia tanpa batas, sehingga memudahkan terjadinya penyelundupan ke negara lain termasuk Indonesia. Demikian juga letak geografis Indonesia yang sangat strategis merupakan daya tarik tersendiri bagi sindikat Narkoba untuk menembangkan jalur peredarannya, sehingga mengubah posisi Indonesia yang pada awalnya hanya sebagai tempat transit namun kemudian berkembang menjadi salah satu daerah tujuan peredaran, bahkan dewasa ini sudah mampu memproduksi, meracik, atau mengolah sendiri.

Upaya penanggulangan masalah narkoba sudah dilaksanakan semenjak munculnya masalah tersebut bahkan bahaya penyalahgunaan narkoba telah ditetapkan sebagai ancaman nasional karena dapat mempengaruhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang transportasi dan komunikasi sebagai dampak dari globalisasi, telah mendorong meningkatkan teknik dan taktik serta proses penyebaran penyalahgunaan narkoba di Indonesia, sehingga korban dan pelaku penyalahgunaan narkoba telah berkembang hampir ke seluruh lapisan masyarakat. Dampak penyalahgunaan narkoba bukan hanya berpengaruh terhadap kesehatan fisik dan psikis dari individu pengguna saja, tetapi telah berkembang menjadi ancaman terhadap ketahanan nasional.

Masyarakat dunia khususnya bangsa Indonesia, saat ini sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat semakin maraknya penggunaan narkoba, kekhawatiran ini semakin dipertajam akibat meluasnya peredaran narkoba di kalangan generasi muda. Selain itu Indonesia yang beberapa waktu lalu menjadi tempat transit dan pasar bagi peredaran narkoba, saat ini sudah berkembang menjadi produsen narkoba.

Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap ketahahan masyarakat dan kehidupan bangsa dan negara khususnya generasi muda, karena generasi muda adalah penerus cita-cita bangsa dan negara pada masa mendatang. Oleh karena itu, semua potensi bangsa harus serius mencurahkan perhatian untuk berpartisipasi aktif dalam penanggulangan penyalahgunaan narkoba demi kelangsungan hidup bangsa Indonesia.

Penyalahgunaan narkoba di Indonesia akhir-akhir ini telah menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya. Pernyataan perang terhadap narkoba telah diupayakan pemerintah dengan melibatkan unsur masyarakat, perangkat hukum telah dibuat untuk menangkap para pelaku, baik pemakai, pengedar dan juga pengguna narkoba. Namun belum memperoleh hasil yang maksimal sesuai dengan harapan masyarakat.

Pada tahun 2001 – 2007 (belum terhitung sampai 2008), berdasarkan data yang ada menunjukkan bahwa (data matriks terlampir):

Jumlah penyalahguna sebesar 1,5% dari populasi (3,2 jt orang), dengan kisaran 2,9 sampai 3,6 jt orang, terdiri dr : 69% kelompok teratur pakai & 31% kelompok pecandu.
Dari kelompok teratur pakai terdiri dari: Penyalahguna ganja (71%), Shabu (50%), Ekstasi (42%), Penenang (22%)
Dari kelompok pecandu terdiri dari: Penyalahguna ganja (75%), Heroin/putaw (62%), Shabu (57%), Ekstasi (34%), Penenang (25%).
Biaya ekonomi & sosial penyalah-gunaan narkoba yg terjadi diperkirakan sebesar Rp 23,6 triliun.
Penyalahguna IDU sebesar 56% (572 ribu orang) dengan kisaran 515 sampai 630 ribu orang.
Biaya ekonomi terbesar adalah untuk pembelian/konsumsi narkoba yaitu sebesar Rp 11,3 triliun.
Angka kematian pecandu 1,5% per thn (15 ribu orang mati/thn).
Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba merupakan masalah yang kompleks dan multidimensional, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Perkembangannya pada saat ini sudah sampai pada tingkat yang sangat memprihatinkan. Berdasarkan data yang ada pada BNN, tercatat bahwa masalah penyalahgunaan narkoba di tanah air telah merambah pada sebagian besar kelompok usia produktif yakni yang masih berstatus pelajar maupun mahasiswa. Hasil survei BNN dan UI Tahun 2005 menyebutkan bahwa setiap hari 40 orang Indonesia meninggal karena narkoba, 3,2 juta orang atau 1,5% penduduk Indonesia menjadi pengguna dan penyalahguna narkoba.

Pencegahan dan pemberantasan narkoba dilaksanakan masih sangat sektoral tidak dan kurang transparan, bahkan terkesan kurang koordinasi antaraparat atau antarinstansi terkait. Ego sektoral masih sangat mengemuka bahkan eksklusif, misalnya antara Badan Pengawasan Obat & Makanan dan Depkes serta Polri. Dengan dibentuknya BNN diharapkan dapat mengatasi masalah narkoba, namun BNN ternyata tidak memiliki organisasi yang operasional dari tingkat pusat sampai ke tingkat wilayah dan antara BNN, BNP (Provinsi) dan BNK (Kabupaten) tidak ada rantai komando.

Selain masalah koordinasi, mata anggaran untuk pencegahan dan pemberantasan narkoba belum memenuhi kebutuhan untuk mampu mengungkap jaringan sampai ke persidangan, padahal pencegahan dan pemberantasan narkoba dibutuhkan anggaran yang sangat tinggi. Penegakan hukum dilakukan melalui operasi rutin ataupun operasi khusus dengan hasil belum optimal karena kemampuan profesionalisme aparat penegak hukum masih lemah. Di samping itu, sarana dan prasarana yang mendukung penegakan hukum belum memadai sehingga sistem hukum belum berjalan sebagaimana mestinya.

3. Partisipasi Masyarakat dan Koordinasi Antarinstansi

Peredaran dan penyalahgunaan narkoba saat ini telah berada dalam situasi yang mencemaskan, dikarenakan peredarannya sudah mencapai ke lapisan masyarakat kalangan bawah, baik yang berada di kota besar maupun kecil, dan pelakunya juga mencakup semua golongan masyarakat. Oleh sebab itu, pemahaman dan pengetahuan masyarakat akan bahaya narkoba harus ditingkatkan juga sehingga pemahaman tersebut dapat meningkatkan ketahanan pribadi yang menjadi penangkal terhadap meluasnya peredaran dan penyalah-gunaan narkoba. Di samping itu, partisipasi aktif masyarakat dalam upaya penanggulangan penyalah-gunaan Narkoba merupakan aspek yang sangat penting dalam menyelamatkan generasi muda dari bahaya kehancuran, demi kelangsungan hidup bangsa Indonesia.

Berkaitan dengan itu, salah satu upaya yang dipandang strategis adalah melalui kegiatan penyebarluasan informasi tentang bahaya penyalahgunaan narkoba sehingga masyarakat akan mampu membentengi diri untuk tidak menjadi korban ataupun pelaku penyalahgunaan narkoba itu sendiri dengan tidak mengkonsumsi narkoba ataupun mengambil keuntungan dari peredaran gelap narkoba. Dalam pemberantasan narkoba masyarakat dapat berperan sebagai mitra kerja aparat penegak hukum dengan memberikan informasi seluas-luasnya tentang penyalahgunaan dan peredaran narkoba, dengan demilian di Indonesia akhir-akhir ini telah menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.

Pernyataan perang terhadap narkoba telah diupayakan pemerintah dengan melibatkan unsur masyarakat, di samping perangkat hukum yang telah dibuat untuk menangkap para pelaku, baik pengedar maupun pengguna atau pemakai narkoba. Namun demikian, upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang maksimal sesuai dengan harapan masyarakat.
Berkaitan dengan hal-hal tersebut, beberapa hal yang merupakan kondisi yang diharapkan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba, yakni:

a. Meningkatnya Efektifitas Penegakan Hukum

Peningkatan efektifitas penegakan hukum dapat dilakukan melalui peningkatan intensitas operasi rutin ataupun operasi khusus penanggulangan kejahatan penyalahgunaan narkoba. Di samping itu, peningkatan kemampuan profesionalisme aparat penegak hukum serta ketersediaan sarana dan prasarana pendukung merupakan hal yang harus dilakukan agar upaya pemberantasan penyalah-gunaan narkoba tersebut menjadi efektif.
Peningkatan kapasitas dan kemampuan aparat penegak hukum akan berdampak pada peningkatan profesionalisme mereka dalam mengungkap dan memutus jaringan dan sindikat Narkoba secara tuntas.

Disamping itu, peningkatan etika dan juga mental serta moral aparat penegak hukum merupakan faktor yang dapat membentengi diri penegak hukum tersebut dari berbagai tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta menghindarkan mereka dari keinginan untuk menyalah-gunakan kewenangannya di dalam proses penegakan hukum tersebut.

Peningkatan profesionalisme aparat penegak hukum tersebut akan dapat memperbaiki sikap aparat penegak hukum dalam menanggapi dan responsif terhadap kejahatan penyalah-gunaan narkoba, dan dengan sendirinya akan menghapus kesan bahwa aparat penegak hukum sering membeda-bedakan didalam pelayanan terhadap masyarakat, termasuk kejahatan penyalah-gunaan narkoba.

b. Kemauan Pemerintah dan Kepedulian Masyarakat yang Optimal

Persoalan penyalahgunaan narkoba hendaknya tidak dilihat sebagai tanggung jawab pemerintah saja, tetapi menjadi tanggung jawab bersama seluruh bangsa. Dengan demikian, upaya pencegahan dan pemberantasan penyalah-gunaan narkoba tersebut perlu mendapatkan dukungan yang optimal dan serius dari pemerintah dalam kaitannya dengan penegakan hukumnya. Sejalan dengan itu, diperlukan penguatan dibidang legislasi yang diharapkan mampu memberikan deterrent effect (efek jera) bagi para pemakai dan bahkan bandar dan pengedar narkoba. Disamping kemauan pemerintah tersebut, kepedulian dan peran aktif masyarakat (tokoh informal, tokoh agama, LSM) melalui pendekatan non hukum, merupakan hal yang mutlak diperlukan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba.

c. Koordinasi Antarinstansi yang Efektif

Untuk meningkatkan efektifitas penegakan hukum dalam kaitannya dengan upaya upaya pencegahan dan pemberantasan penyalah-gunaan narkoba, maka optimalisasi kooordinasi antar insatansi terkait dalam penanggulangan penyalah-gunaan narkoba (seperti : BNN, BND, BNK, Pemda, Kejaksaan, Polri dan instansi lainnya) merupakan prasyarat penting bagi pencapaian tujuan penanggulangan penyalah-gunaan narkoba tersebut. Koordinasi terpadu yang komprehensif dan integral yang melibatkan instansi terkait dalam hal ini BNN, BND, BNK, Pemda, Kejaksaan, Polri, dan lapisan masyarakat seharusnya dilakukan sejak tahapan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai dengan pengendalian upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan penyalahgunaan narkoba.

0 komentar: